Selasa, 14 Februari 2012

nyampah abis

Sadarkah kita?
Ini sepele, tapi ini sungguh terjadi dalam kehidupan kita. Tapi pernahkah kita berpikir tentang masa depan kita? Menyangkut masa depan hajat hidup orang banyak. Sebagian orang mungkin sadar, atau mereka yang sadar justru malah menutup mata dan telinga mereka. Tapi coba renungkan sekali lagi!
Manusia semakin kesana, semakin pintar, semakin banyak yang dipelajari, semakin ingin tahu, semakin kreatif, semakin ingin praktis, tapi semakin egois? Kenapa begitu? Manusia dalam berkreasi terkadang hanya memikirkan manfaat bagi makhluk sesamanya, masyarakat dan tetek bengeknya. Coba kita melek pada jaman dulu sebelum semua seperti ini mungkin lebuh baik. Bukanya menyalahkan perkembangan teknologi, tapi memang itu yang selalu dilakukan manusia saling menyalahkan. Sekarang coba berkaca, lihat apa yang kita lakukan sudah benar apa belum. Manusia hanya mau menciptakan tanpa mau bertanggung jawab.
Tapi lebih parah jika kita melihat bangsa kita sendiri, sejujurnya bangsa kita adalah bangsa yang besar. Tapi kenapa justru merasa kecil? Tidak percaya diri, aku rasa kita harus mulai mengubah cara pandang kita. Coba kita tengok di masa lalu, majapahit bahkan mampu menguasai seluruh wilayah asia tenggara. Sriwijaya perdaganganya sangat maju, bahkan malaka menjadi pusatnya. Negara2  eropa datang ke Indonesia karena kekayaan alamnya. Bahkan saking kayanya, tak hanya bermaksud membeli  mereka sampai tergiur untuk menguasainya.
Tapi apa yang terjadi sekarang? Kita justru impor? Negara lain tak punya kekayaan semelimpah kita, jadi mereka memanfaatkan kemajuan teknologi mereka. Lalu suatu saat kita silau dengan rumput tetangga yang lebih hijau. Tanpa tau apa yang sesungguhnya kita miliki. Pernahkah kita berpikir? Kita ini terlalu serakah, kita ingin menguasai semua ilmu. Padahal kita tau yang tajam itu yang ujungnua sempit bukan yang ujungnya luas.
Sekarang nggak usah deh, nglirik sana sini. Hebat ya, mereka bisa bikin ini, itu! Lalu tanpa sadar kita hanya bisa membeli. Membeli dan membeli, kalau terus membeli, tanpa menjual lama2 bisa defisit, kalau terus disimpan lama2 ruang garak kita abis dong, buat tempat barang2 yang kita beli. Cukup pikirkan apa yang kita punya maka itu yang akan kita kembangkan. Boleh membeli, tapi kan lebih baik lagi kalau menjual. Mari berpikir jauh ke depan sebelum kita melangkah. Sekali2 boleh deh, sombong. Bangga terhadap bangsa sendiri, rendah hari memang baik. Tapi kalau kita sendiri tidak bangga pada bangsa sendiri lalu siapa? Heh, sipa lu? Lu aja g suka ma diri lu, palagi gue? Lalu siapa yang mau memandang bangsa kita kalau begini?
Bingung, kalau mikirin bangsa ini kadang2. Mahasiswa kerjanya hanya berteriak2 minta ini itu pada pemerintah yang kurasa mereka juga tau kalau omongan mereka hanya akan melayang2 di udara g jelas yang justru malah bikin polusi suara. Dan bikin macet jalan, tapi hasilnya 0. Sekarang coba deh, tengok pada dirimu sendiri, kamu sendiri ngapain? Cuman ngomong ja, tapi kerja nol. Balik dong, kerja dulu baru ngomong. Kebanyakan orang nggak ngeh kalau cumin teori aja tapi g da prakteknya. Masyarakat perlu contoh yang nyata.
Sekarang kembali ke kekayaan kita. Biodiversitas kita jelas besar, lahan kita luas, bahkan subur. Bukankah itu surga? Alam memberikan sesuatu pada kita tapi kita menghianatinya? Bukankah seharusnya petani kita yang paling kaya? Katanya kita Negara agraris, tapi bahkan tak ada yang punya cita-cita jadi petani. Tapi sekarang aku jadi g heran kenapa gitu.
Pas waktu kuliah ada dosen yang sempet nanya, kalian ini masuk ke jurusan farmasi bahan alam memangnya apa hebatnya? Yah, meskipun bukan gitu ngomongnya, tapi kurang lebih maksudnya sama. Agak ngerasa terpojok, iya.. seolah olah beliau berpendapat bahwa g ada prospek di bahan alam. Dokter g bakalan ngresepin jamu yg g ada evidence base-nya. Gimana orang mau make kalau gitu? Obat tradisional g laku di dunia internasional. Gitu katanya. Jadi miris dengernya. Tapi bukankah itu tugas kita menjadikan jamu go internasional. Gak usah muluk2 deh, masyarakat kita dulu. Sekarang ngomongin evidence base, ya itu memang tugas kita sebagai farmasist, cuman kita yang tau tentang mekanisme kerja obat dalam tubuh dan hubungan antara struktur kimia dan aktifitas gimana tu obat bisa nyembuhin kita. Kalau kita g mau kea rah situ terus apa bedanya kita dengan tukang jamu yang bisa di pasar? Mereka malah lebih tau jamu ini untuk apa aja. Lalu apa yang membuat kita lebih? Tapi justru itu tantanganya kita ini farmasist, kita telah dibekali ilmu. Disinilah teknologi farmasi itu berperan, tentang bagaimana membuat formulasi agar obat tradisional itu bisa diterima oleh masyarakat.  Bukankah berhasil itu artinya membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan tentang saintifikasi jamu. Lantas apa sih pentingnya jamu? Toh obat modern jauh lebih mujarab. Lebih praktis lagi, rasanya juga lebih enak,dibandingkan jamu yang yah, terkadang rasanya pait g ketulungan. Palagi obat modern  punya dasar ilimiah yang jelas + g ribet makenya. Tapi apakah kita pernah coba berpikir lebih jauh, obat modern itu identik dengan hasil sintetik, tidak alami, alias bahan kimia yang tau sendiri tidak baik kalau dikonsumsi berlebihan. Taukah kita bahwa sesungguhnya sakit itu bagian dari mekanisme homeostasis tubuh kita? Dan obat sebenarnya memang bekerja mengganggu mekanisme tersebut.  jadi kalau terlalu banyak ya, wassalam.. Terus bukankah semua obat emang gitu, gimana dengan obat alami, obat alam itu kandungan kimianya g hanya 1, terkadang antara 1 dengan yang lain efeknya saling berkebalikan, sehingga jika terlalu berlebihan, seolah ada yang mengendalikan. Kembali ke bahan kimia obat, pernahkah kita berpikir tentang rencana jangka panjang? Lalu apa hubunganya rencana jangka panjang dengan bko? Bahan kimia sangat tidak bersahabat pada lingkungan, limbah kimia dari obat2 habis pakai, kadaluarsa atau hasil samping produksi, kemana mereka semua? Aku g tau baru mau search. Hehehe… Well, saatnya kembali ke alam. Bukankah Negara kita ini kaya? Sekarang kita berpikir begini saja, biasanya orang menanam sesuatu yang menurut mereka bermanfaat saja, kalau tidak dibutukhan akan dihancurkan. Sadis banget kan? Padahal kan mereka juga hidup sama seperti kita, tapi kalau kita bisa menunjukkan manfaatnya orang akan berpikir bagaimana untuk membudidayakanya. Jadi secara tidak langsung dapat melestarikan lingkungan.
Tapi ternyata masalah lantas tidak sesederhana itu, gaya hidup modern kita ternyata membawa dampak yang signifikan. Kalau begini ternyata semua teori salah, orang tetap mau praktisnya saja. Kalau suatu tanaman keliatan memiliki manfaat yang tinggi, sedang popular apalagi banyak dicari, permintaan tinggi. Langung beramai2 kita mengambil tanpa pikir panjang untuk melestarikanya. Asal kebutuhan saat ini terpenuhi ya sudah. Tanpa sadar kita terus mengeksploitasi tanpa mau memelihara.
Terlalu praktis atau apa? Bahkan cara budidaya pun minta instan. Niatnya intensifikasi pertanian, revolusi hijau, kata-katanya sih bagus hijau, kelihatanya ramah lingkungan. Tapi tunggu pikir2 dulu lah kalau menyerap kata2 yang berbau asing. Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian, tapi kemudian sekali lagi kita ini terlalu praktis atau apa? Jika kemudian kelestarian lingkungan diabaikan. Penggunaan bahan kimia sebagai pupuk maupun pestisida hasilnya sih bagus jika dilihat dari luar, tapi dari dalam? Bagaimana dengan tanaman obat sendiri? Inilah yang membuat produk kita menjadi rendahan. Sungguh miris, bukan? Cara yang tidak jujur terjadi dari mulai bahan baku. Bagaimana kita bisa menghasilkan produk yang berkualitas?
Saya miris kalau denger berita2 di tv, tentang produk hasil pangan maupun obat di Negara ini. Hellow, itu dikonsumsi yah? Nanti masuk ke tubuh kita, untuk dicerna. Tapi kenapa semuanya palsu? Buat anda pemasok produk palsu terutama yang dikonsumsi : pernahkan anda berpikir anda telah melakukan pembunuhan masal pelan2, bahkan anda tak lebih dari seorang psikopat. Hei, anda itu telah meracuni orang banyak! Tapi anda tidak merasa bersalah? Pikirkan itu! Dan mungkin juga kalau liat di berita tentang anak2 penderita kanker maupun cacat fisik sejak lahir mungkin itu juga ikut bertanggung jawab. Kalau obat ditujukan untuk mengobati, tapi bahanya sendiri palsu. Niatnya mengobati tapi malah memperparah.
Well kembali ke revolusi hijau. Dulu kita tidak mengenal apa itu revolusi hijau. Tapi seperti biasa rumput tetangga emang selalu lebih hijau kayaknya. Karena itu karya asing jadi kelihatanya menggiurkan. Lalu kita mulai berbondong2 beli bibit tanaman transgenik dari luar. Padal kan jelas2 iklim kita beda hama kita juga beda, jadi kalau mereka mengkaim produk mereka bebas hama, eits.. tunggu dulu, itu kalau di Negara lo, Negara gue beda sob! Lalu soal teknologi pertanian, yang sederhana ja deh contohnya traktor. Padal kalau dipikir2 enakan pake sapi ato kerbau kali, yang jelas2 lebih ngirit. G perlu pakai bahan bakar, lagian tuh sapi kotoranya juga bisa sekalian buat pupuk, bebas emisi lagi lumayan sambil menyelam bisa minum es teh, hehe…
Tapi terkadang begini, petaninya uda bener. Tapi si ”X”nya yang g mau rugi (itu tuh orang yang suka beli dari petani lalu dijual lagi). Ada2 aja cara yang dilakukan oleh oknum ini, mulai dari ngajarin cara bertani yang g bener, trus malsu produk, mpe beli rendah jual tinggi. Aku jadi heran, harga pangan saat ini makin mahal saja, tapi petaninya g kaya2. Hmm.. mencurigakan!
Negara kita jelas kaya, secara sumber daya alam yang harusnya mampu dimanfaatkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan rakyat atau bahkan dapat menjadi komoditas ekspor terbesar. Tapi ironisnya negaya yang katanya sentra penghasil, bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan harus impor.
Anehnya banyak kebijakan2 pemerintah yang kadang mengesampingkan kearifan local. Pembangunan gedung di area pertanian, pembukaan hutan untuk daerah pertanian dan perkebunan. Yang jelas mengurangi jumlah hutan kita.
Saya agak gimana gitu dengan para kontraktor itu, mereka bangun gedung dimana2, berusaha nyeyakinin orang2 untuk mau berinfestasi dengan membeli resort tersebut yang mewah abis, n minim lahan hijau. Pantes aja Negara kita sering banjir. Bukan hanya sampah yang ikut andil dalam masalah yang satu ini, ya jelas aja airnya mo kemana coba kalau tanahnya udah g ada lagi karena semuanya ketutup bangunan.
Lalu tentang konsumsi kendaraan bermotor kita yang g kira2. Jaman dulu pas masih jaman2 SD g masalah tuh jalan jauh, udah irit g bikin polusi, bisa sekalian olahraga lagi. Tapi sekarang g ada tuh, semua orang pake motor, capek katanya kalau jalan kaki. Secara g lansung kita emang udah diperbudak teknologi, manja.. maunya yang serba praktis dan cepet. Padal motor juga g mau pake yang local, maunya imor lagi impor lagi. Ujung2nya sekarang bukanya cepet malah macet dimana2. Lalu sekarang salah siapa?
Coba kita renungkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar